Rabu, 12 Oktober 2011

KEWENANGAN KPK DALAM MENYADAP DIPERSOALKAN ANGGOTA DPR

Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat segera membahas revisi Undang-undang Komisi Pemberantasan Korupsi. Sebentar lagi, Panitia Kerja pembahasan dibentuk Komisi III.
Rumor beredar, panja itu akan dipimpin politikus Partai Keadilan Sejahtera Fahri Hamzah yang berulang kali menyuarakan pembubaran KPK. "Kalau tidak ada yang berani, saya siap saja, tidak masalah. Saya akan nongkrongin ini," kata Fahri di DPR, Rabu, 12 Oktober 2011.
Kapan dibahas? "Tadi baru laporan biro perundangan DPR. Kami sudah banyak masukan perubahan. Secara umum semua fraksi sepakat untuk melakukan perubahan," ujarnya.
Menurut dia, semua fraksi bersemangat untuk melakukan perubahan. Karena catatannya banyak sekali. "Tetapi kami tak akan mengubah ini sebelum ada audit kinerja terhadap KPK. Supaya orientasi revisinya sempurna," ujar dia.
Fahri mengungkapkan, BPK akan melakukan audit dulu. DPR sudah menyiapkan surat untuk BPK untuk melakukan audit kinerja. "Audit kinerja itu memang audit rutin yang dilakukan BPK yang kita minta secara khusus. Nanti kita ajukan parameternya. Misalnya efek KPK itu terhadap birokrasi secara umum. Misalnya pasal tentang pencegahan. Efek KPK dalam koordinasi dan supervisi. Efek KPK terhadap kedisiplinan birokrasi negara. Itu mau kami tegaskan dulu. Biar jelas. Itu memang kerjanya BPK," ujarnya.
Fahri menyoroti ketentuan yang berlaku saat ini yaitu KPK tidak bisa mengeluarkan surat perintah penghentian penyidikan. Menurutnya, itu bertentangan dengan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana. "Soal kasus Bandung (Vonis Bebas Bupati Bekasi) saja, mereka itu stres semua itu. Seolah-olah KPK tidak boleh salah. Ya, manusia namanya, jaksa manusia pasti bisa salah. Selama ini banyak yg seharusnya bebas, tapi karena hakimnya diintimidasi ya jadinya begini," ujarnya.
Sorotan berikutnya soal penyadapan. "Semua Undang-undang termasuk Undang-undang Intelijen itu harus izin pengadilan (untuk menyadap).  Anda bayangkan, misalnya KPK menyadap, tanpa izin pengadilan, hasil sadapannya jadi alat bukti, alat buktinya untuk penyelidikan, penyidikan bahkan dipakai untuk menuntut pengadilan. Itukan lebih daripada Kopkamtib dulu," ujarnya menyebut lembaga Komando Pemulihan Keamanan dan Ketertiban yang powerfull di masa Orde Baru.
"Suruh baca disertasinya Busyro Muqoddas dulu, soal negara intelijen, kasus Ba'asyir dan Abdullah Sungkar. Ngeri, semua yang dibantah oleh Busyro itu ya kelakuan KPK sekarang ini. Tapi kelakuannya di KPK sekarang ini."
Sementara itu Wakil Ketua DPR Priyo Budi Santoso belum tahu apakah Fahri yang akan memimpin Panja revisi UU KPK. Priyo menyatakan, tak masalah Fahri menjabat posisi itu.
Soal revisi UU KPK ini, Priyo menyampaikan, wajar saja. DPR sudah merevisi UU mengenai kepolisian dan kejaksaan, sehingga wajar saja juga merevisi UU KPK. "Semua lembaga harus ditata kembali. Ditata kan tidak harus diterjemahkan sebagai melemahkan," kata Ketua Partai Golkar itu.

0 komentar:

Posting Komentar