Senin, 17 Oktober 2011

TUTI DIJADIKAN BUDAK SEKS, KINI TERANCAM DIPANCUNG

ARAB SAUDI  – Mata pria ini sayu berkaca-kaca. Ia
seorang buruh tani. Datang jauh dari Desa Cikeusik, Majalengka Jawa
Barat, Kamis 13 Oktober 2011, berjam-jam ia di Kementerian Luar Negeri
Jakarta. Warjuki, begitu nama pria paruh baya ini, meminta bantuan atas
nasib anaknya, Tuti Tursilawati. "Selamatkan anak saya dari hukum
gantung," katanya dengan suara bergetar.

Sang anak, yang mengantang nasib di Arab Saudi menjadi pembantu rumah
tangga itu, kini di pintu kematian. Ia sudah masuk dalam daftar tunggu
siap dipenggal Algojo Arab Saudi. Wanita pendiam ini dijatuhi hukuman
mati alias qhisas atas perbuatannya membunuh majikan pria.

Dan hari kematian itu sudah ditentukan. Tinggal menghitung hari.
Keluarga korban yang bersikeras tidak memberi ampun dan menolak diyat
atau ‘uang darah’,  menuntut Tuti segera dieksekusi usai musim haji
tahun ini, atau sekitar 6 November 2011 mendatang.

Menurut Warjuki, putrinya tak tahu ancaman eksekusi pancung itu. “Di
sana dia tidak tahu bahwa akan dipancung. Dia tidak akan tahu, yang tahu
keluarga di Indonesia saja," ungkap Warjuki, dengan mata sendu.

Duka dan bingung juga dirasakan sang ibu, Iti Sarmini. Kabar putrinya
bakal dipancung bagai petir di siang bolong. Sama seperti Warjuki, Iti
juga sudah memutuskan bahwa kegelisahan dan tangis keluarga di
Majalengka tidak ditularkan kepada Tuti yang sedang mendekam di penjara
Kota Thaif.  "Ayahnya cuma tanya kabar. Tidak tanya bagaimana hukuman.
Takut dia nggak kuat terima omongan dari bapaknya," kisah Iti sembari
menangis.

Iti mengaku memendam rindu pada putrinya. "Terakhir ketemu ya dulu,
waktu berangkat saja, sampai sekarang belum ketemu lagi. Sudah sekitar 2
tahun 1 bulan,"katanya. Putra semata wayang Tuti juga belum mengetahui
nasib tragis yang mengancam ibunya. "Dia belum tahu ibunya dimana atau
bagaimana, karena dia masih kecil, belum tahu apa-apa," kata Iti. Kini
baik Warjuki, maupun Iti hanya bisa berharap pada pemerintah.

Lalu, bagaimana jawaban Menlu? "Pak Menlu siap untuk menyelamatkan.
Pak Menlu akan berjuang semaksimal mungkin, tapi semua tergantung dari
keluarga Arab Saudi," kata Warjuki. Meski mengaku puas dengan jawaban
Menlu, namun Warjuki mengatakan tidak ada janji dari pemerintah, soal
pembayaran denda agar Tuti terbebas dari hukuman pancung.



Sebelumnya,
Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa menyatakan pemerintah terus
berupaya agar Tuti memperoleh keringanan hukuman. "Pihak Konjen kita dan
Dubes sudah mengadakan pertemuan dengan Gubernur Mekah. Intinya meminta
memfasilitasi pemaafan dari pihak keluarga. Karena kalau sudah titik
seperti ini, sesuatu yang bisa ditunda atau dikurangi hukuman itu adalah
pemaafan dari keluarga," ujar Marty di DPR RI, Jakarta, Rabu 12 Oktober
2011.



Diperkosa majikan dan 9 pria bejat

Keputusan Turi mengais rejeki di negeri orang, Arab Saudi mengikuti
langkah orang tuanya. Warjuki pernah menjadi supir di negeri 'petro dolar' itu. Sementara Iti bekerja sebagai pembantu.

Warjuki menceritakan, Tuti mulai bekerja di Arab Saudi tahun 2009
lalu. Tugasnya, mengurus orang jompo di keluarga majikannya. Dua bulan
pertama, ia mengaku betah. Pada November 2009, ia menelepon rumah,
mengaku sehat dan dalam kondisi


baik.



Namun, tiga bulan
kemudian, Tuti kembali menelepon, mengaku lelah dan ingin kabur. Sekitar
Mei 2010, Tuti menelpon ke orangtuanya dan mengatakan akan mengirim
uang. Namun, uang tersebut tak pernah sampai.



Meski membuat
nyawa majikan melayang, menurut orang tuanya, Tuti tidak bermaksud
membunuh. Ia hanya membela diri atas kekerasan seksual yang dilakukan
sang majikan. "Perlawanan inilah yang menyebabkan majikannya terbunuh."
Setiap kali Tuti melaksanakan tugas, majikan lelakinya selalu
menggeranyang. "Mencium, bahkan memperkosanya saat bekerja."



Lalu
terjadilah malapetaka itu. Pada Selasa 11 Mei 2010, Tuti memukul
majikannya itu dengan kayu, menghindari pemerkosaan. Ia mengikat kaki
dan tangan pria tersebut, juga menutup matanya. Saat itu dia belum
meninggal. "Kabar menyebutkan bahwa majikannya itu baru meninggal 3 jam
kemudian di rumah sakit," demikian pengakuan Tuti pada rekannya,
Rohidin.



Setelah memukul majikannya, Tuti lari, membawa uang
gaji senilai 31.500 real Saudi dan sebuah jam tangan dari rumah keluarga
majikannya itu. Dalam pelariannya, ia dihampiri oleh seorang laki-laki
asli Arab Saudi yang mengendarai mobil sedan berwarna putih. Singkat
cerita, ia yang sedang panik memutuskan ikut karena dijanjikan diantar
sampai Mekkah.



"Tapi dalam perjalanan orang tersebut bukannya
mengantarkan Tuti ke Mekah tapi malah membawa dan menaruh Tuti di rumah
kosong. Kemudian orang tersebut menjemput 8 orang temannya."



Nestapa
itu kembali menimpa Tuti. "Tuti diperkosa secara bergantian hingga
waktu subuh tiba. Setelah 9 orang ini memperkosa, Tuti baru diantar ke
Mekkah dan diturunkan di dekat Masjidil Haram, kemudian 9 orang tersebut
langsung pergi dengan membawa tasnya." Kini, keluarga Tuti hanya bisa
berharap bantuan pemerintah untuk merayu keluarga korban. "Tinggal satu
lagi yang belum terima dan memaafkan Tuti yaitu yang bernama Naif
Al-Otaeibi."

Presiden diminta turun tangan

Wakil Ketua Umum Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI), Ramses D
Aruan, meminta Presiden Susilo Bambang Yudhoyono turun tangan dan bicara
terkait vonis hukuman pancung, yang mengancam nyawa pekerja Indonesia
di Arab Saudi, Tuti Tursilawati.



"Pemerintah harus kuat. Presiden
harus turun tangan dan bicara soal itu. Tidak bisa hanya sekelas
Menteri atau Satgas. Ini bukan hanya persoalan Kemenlu dan Satgas, tapi
persoalan bangsa, dan Presiden harus bicara," ujarnya di Gedung Kemenlu,
Jakarta Pusat, Kamis, 13 Oktober 2011.



Keringanan hukuman untuk
Tuti saat ini terhalang maaf keluarga sang majikan.  Menurut Ramses,
kendala itu bisa diatasi. Caranya, Presiden bisa menghubungi keluarga
korban lewat Raja Arab Saudi. Kata dia, mungkin dengan itu keluarga bisa
memaafkan dan membatalkan hukuman pancung terhadap Tuti. "Itu sudah
dilakukan oleh Gus Dur. Tapi itu belum dilakukan sekarang, nggak tahu
kenapa," kata dia.  Pemerintah juga diharapkan bisa menfasilitasi agar
keluarga Tuti bisa meminta maaf kepada keluarga korban di Arab Saudi.



Sementara
di Senayan, nasib Tuti juga jadi perhatian para wakil rakyat. Wakil
Ketua DPR Taufik Kurniawan mengatakan DPR akan membantu pemerintah
memintakan pengampunan baginya.



Taufik mengatakan, tim khusus TKI
yang dipimpinnya sudah menyepakati, DPR mengirim surat pada parlemen
Arab untuk memintakan pengampunan dari keluarga korban pembunuhan, atau
majikan Tuti. "Surat resmi dari DPR itu akan disampaikan pada parlemen
sana atau dewan syuro, yang dijadikan bahan pertimbangan disampaikan
pada Raja Arab Saudi," kata Taufik di DPR, Kamis 13 Oktober 2011.



Menurut
dia, sebenarnya upaya pemerintah telah maksimal. Namun, persoalan ada
di hilir. Yakni, pengampunan dari keluarga majikan. "Ini dari hasil
rapat kemarin, posisi dari Raja Arab sudah membantu pengampunan itu tapi
masalahnya keluarga sana belum mau berikan pengampunan. Dari kerajaan
saudi pun sudah ajukan permintaan pengampunan dari keluarga sana. “

26 WNI menanti pancung

Tak hanya Tuti yang terancam pancung. Wakil Ketua Umum Serikat Buruh
Migran Indonesia (SBMI), Ramses D Aruan mengatakan ada 41 orang warga
negara Indonesia yang terancam hukuman mati di Arab Saudi. Dari jumlah
itu, 26 orang segera dieksekusi oleh pengadilan setempat.



"Sudah
vonis semua. Tuti adalah salah satu WNI yang benar-benar dalam posisi
kritis dan akan sangat sulit diselamatkan," kata Ramses.



Menutut
data SBMI, lanjut Ramses, sejak tahun 1999 hingga 2011 sudah ada 303
buruh migran Indonesia yang terancam hukuman mati di luar negeri.
"Sampai saat ini, belum ada informasi tertulis yang didapatkan oleh
keluarga mengenai upaya penyelamatan yang dilakukan oleh BNP2TKI,
Kemenlu, Kemenakertrans, dan Satgas Hukuman Mati," kata dia.



Berdasarkan
temuan SBMI, lanjut Ramses, pada Juli 2011, Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono telah mengirim surat kepada Raja Saudi, Malik Abdullah Bin
Abdul Aziz terkait hukuman mati WNI. Isi surat itu tentang permintaan
pengampunan kepada empat orang TKW yang dipidana mati atas tuduhan
sihir. Keempat WNI itu adalah Warnah Bin Warta Niing, Sumartini Binti
Manaungi Galisung, Aminah Binti H. Budi, dan Darmawati Binti Tarjani.
(sumber :vivanews)

0 komentar:

Posting Komentar